Senin, 26 Februari 2018

*Janji Para Laki-laki*


Review kajian Ustadz Cahyadi Takariawan
Masjid Nurul Asri Deresan 15 Desember 2017

Janji Pertama

Bermula dari sebuah prosesi sakral bernama akad nikah, atau ijab qabul. Ijab adalah ucapan dari wali pengantin perempuan “Saya nikahkan kamu dengan putriku bernama …. dengan mahar …. tunai”. Sedangkan qabul adalah jawaban dari pengantin laki-laki “Saya terima pernikahan putri bapak bernama … dengan mahar …. tunai”.

Ini adalah janji pertama para laki-laki dalam kehidupan berumah tangga. Karena dengan adanya perjanjian inulah maka sebuah pernikahan dinyatakan sebagai sah dan resmi, baik menurut agama maupun menurut negara, serta tradisi dalam kehidupan masyarakat kita. Jika pengantin laki-laki menolak untuk menyatakan qabul, walaupun dirinya hadir di acara akad nikah, maka pernikahan dinyatakan tidak sah.

Dari janji pernikahan inilah semuanya bermula. Tidak ada peran, tidak ada kewajiban, tidak ada tanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga, jika lelaki menolak mengucapkan janji dalam bentuk qabul. Tidak ada tuntutan, tidak ada pertanggungjawaban, jika lelaki tidak mengucapkan qabul. Maka sekali mengucapkan qabul, janji laki-laki telah dimulai, dan akan dilanjutkan dengan berbagai pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab yang melekat pada dirinya sebagai suami dan ayah bagi anak-anak kelak.

Janji Kedua

Dalam tradisi dan tata cara pernikahan di Indonesia, setelah akad nikah selesai, pengantin laki-laki diminta untuk mengucapkan janji berikutnya, yaitu perjanjian taklik atau sighat taklik. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), sighat taklik adalah perjanjian yang diucapkan oleh mempelai laki-laki setelah akad nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang (KHI pasal 1 huruf e). Sighat taklik ini tercantum pada akta atau buku nikah.

KHI memandang perjanjian sighat taklik bukan merupakan keharusan dalam perkawinan, sebagaimana dinyatakan dalam KHI pasal 46 ayat (3), “Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.” Jadi menurut KHI, perjanjian taklik bukanlah suatu keharusan dalam pelaksanaan pernikahan. Namun jika sudah mengucapkannya, perjanjian ini tidak bisa dicabut kembali.

Demikian pula sidang komisi Fatwa MUI tanggal 23 Rabi’ul Akhir 1417 H / 7 September 1996, menyimpulkan bahwa materi yang tercantum dalam sighat taklik pada dasarnya telah dipenuhi dan tercantum dalam UU No 1/1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama. Teks sighat taklik adalah sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim. Wa aufu bil ‘ahdi, innal ‘ahda kana mas’ula. Dan tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.

Sesudah akad nikah, saya : Cahyadi Takariawan, berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : Ida Nurlaila, dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut. Apabila saya :

Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,
Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Demikianlah teks sighat taklik yang tertulis pada buku atau akta nikah. Ada dua sisi janji dalam teks tersebut, yaitu janji secara umum dan janji secara spesifik. Janji yang bersifat umum adalah janji laki-laki untuk mempergauli istri secara baik (mu’asyarah bil ma’ruf) sesuai ajaran Islam. Sedangkan janji yang spesifik seperti tertuang dalam empat poin di atas.

Kewajiban Mu’asyarah Bil Ma’ruf

Para suami mendapatkan perintah langsung dari Allah Ta’ala untuk bergaul dengan istri secara patut. Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka dengan baik (QS. An Nisa’ : 19). Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan, “Artinya wajib bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh  syara’, tradisi dan kesopanan. Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan secara makruf”.

Mempergauli istri dengan cara yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf) adalah perintah Allah kepada para suami. Ditambah lagi dengan pengarahan Nabi Saw untuk para suami agar selalu berlaku baik terhadap istrinya. Termasuk perbuatan baik suami adalah melindungi istri. “Ingatlah, berilah pesan yang baik terhadap isteri kalian. Sesungguhnya mereka memerlukan perlindunganmu…” (Hadits Riwayat Abu Daud dan At-Tirmidzi). Termasuk perbuatan baik suami adalah tidak berlaku kejam kepada istri. “Sedikitpun kamu jangan berbuat kejam kepada mereka…”  (Hadits Riwayat Abu Daud dan At-Tirmidzi).

Termasuk sifat kesempurnaan suami adalah berakhlak mulia terhadap istri. “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kalian ialah yang terbaik kepada isterinya” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi). Termasuk perbuatan baik suami adalah tidak memarahi istri. “Janganlah seorang mukmin memarahi isterinya ataupun seorang wanita beriman. Jika tidak suka terhadap salah satu sifatnya, maka pasti ada sifat lainnya yang menyenangkan” (Hadits Riwayat Muslim).

Termasuk perbuatan baik suami adalah menunaikan hak istri. “Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah” (Hadits Riwayat Muslim). Termasuk perbuatan baik suami adalah berlaku lembut terhadap istri. Nabi Saw bersabda, “Irfaq bil qawarir, bersikap lembutlah kepada kaca-kaca”. Hadits Riwayat Imam Bukhari V/2294 no 5856, Imam Muslim IV/1811 no 2323, An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra VI/135 no 10326.

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, “Al-Qawarir adalah bentuk jamak dari kata tunggal qarurah yang artinya kaca…. Perempuan disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridha menjadi tidak ridha, dan tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran) sebagaimana dengan kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan”.

Syaikh Ibnu Utsaimin memiliki penjelasan yang sangat menarik tentang hadits ini, mengapa perempuan disebut sebagai qawarir. “Sebuah kata yang engkau ucapkan bisa menjadikannya menjauh darimu sejauh bintang di langit, dan dengan sebuah kata yang engkau ucapkan bisa menjadikannya dekat hingga tepat di sisimu”. Lihat : Asy-Syarhul Mumti’ XII/385.

Maka pandai-pandailah merawat hati dan perasaan istri. Jangan dikasari, jangan dibentak, jangan diejek, jangan dicemooh, jangan dilecehkan, jangan dibandingkan, jangan dimarahi, jangan dipukul, jangan disakiti, jangan ditinggalkan, jangan diabaikan, jangan ditelantarkan, jangan dilukai, jangan dijelek-jelekkan. Berlaku lembutlah sebagaimana telah diperintahkan oleh Nabi Saw. Berlaku lembutlah sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Saw.

Janji Wonderful Family

Para laki-laki telah mendapat tanggung jawab kepemimpinan dalam keluarga, maka harus selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi keluarganya. Agar keluarga selalu terjaga kebaikannya, hendaknya para suami berjanji kepada diri sendiri untuk melakukan hal-hal sebagai berikut.

1. berjanji untuk selalu berusaha memahami istri.
2. berjanji untuk memberikan perhatian kepada istri.
3. berjanji untuk memberikan cinta kepada istri.
4. berjanji untuk membantu kerepotan istri.
5. berjanji untuk memenuhi kebutuhan istri.
6. berjanji untuk sabar membimbing istri.
7. berjanji untuk memberikan teladan kebaikan bagi istri.
8. berjanji untuk bersedia menjadi pendengar yang baik bagi istri.
9. berjanji untuk bisa menerima kekurangan istri.
10. berjanji untuk siap berkorban untuk istri.

Karena Itu….

Karena perintah untuk mempergauli istri dengan baik, karena arahan Nabi Saw untuk berlaku lembut terhadap istri, maka hendaknya para laki-laki berjanji dalam dirinya sendiri untuk tidak menyakiti hati, perasaan dan badan sang istri. Hendaknya para laki-laki berjanji dalam dirinya sendiri untuk tidak melukai psikis dan fisik sang istri. Hendaknya para laki-laki berjanji dalam dirinya sendiri untuk tidak berlaku kasar dan aniaya terhadap istri. Hendaknya para laki-laki berjanji dalam dirinya sendiri untuk tidak berlaku zalim dan semena-mena terhadap istri.

Karena itu, maka hendaknya para laki-laki berjanji dalam dirinya sendiri untuk tidak melakukan tindakan yang bisa membahayakan jiwa dan raga sang istri. Hendaknya para laki-laki berjanji dalam dirinya sendiri untuk tidak melakukan tindakan yang bisa mengancam keselamatan sang istri. Semarah apapun, seemosi apapun, jangan melakukan hal-hal yang menakutkan, mengerikan dan membahayakan istri.

Justru karena anda adalah belahan jiwa istri anda yang harus melindunginya dari segala marabahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika artikel ini bermanfaat, bantu share artikel ini. Lets change the world together :)