Kamis, 29 September 2016

3 Kunci Hidup Produktif

Apakah hidup anda merasa lambat?

perkawinan anda monoton?

bisnis stagnan?

hidup membosankan?

malas ibadah?

Hidup kekurangan?

PEMBIASAAN-KEBIASAAN-NASIB

TERAPI
Lakukanlah pembiasaan pembiasaan positif dan produktif

keluarga sakinah
bisnis yang meningkat
anak anak sholih dan sholihat
hidup yg menyenangkan dan membahagiakan

ADALAH HASIL DARI PEMBIASAAN YANG MENJADI KEBIASAAN SEHINGGA MENJADI RITME OTOMATIS DALAM HIDUP ANDA

Ingin dapat melakukan sholat tahajjud 1/3 malam dengan nikmat dan merasa tidak nyaman jika lewat tahajjud?

LAKUKANLAH PEMBIASAAN BANGUN 1/3 MALAM SELAMA 21 KALI BERTURUT TURUT TANPA PUTUS (RISET PSIKOLOGIS)

Sulit? ya pasti sulit

Seorang bisa nyupir karena pembiasaan dan menjadi kebiasaan sehingga menjadi terampil. Keterampilannya menyupir karena dibangun dari pembiasaan pembiasaan yang terus menerus shg mjadi mahir

So, berikut ini Tips agar anda mampu melakukan pembiasaan pembiasaan positif dan produktif

1. Understanding

Dapatkanlah pemahaman pemahaman baru/ilmu akan hidup anda dari hari ke hari. Allah berfirman : ,...Fa'lam.....

artinya Ilmuilah

hanya dg pemahaman maka anda akan menghasilkan peningkatan kualitas dalam segala sisi dari kehidupan anda

2. Breakin The Pattern

suatu waktu kebosanan dan kejenuhan akan terjadi dalam hidup apakah itu dlm bisnis, kehidupan rumah tangga, belajar, bermasyarakat, beribadah, dsb dsb dsb

Obatnya adalah lakukan aktivitas yg sama sekali baru tidak harus mahal, tdk harus menghabiskan duit makan direstoran yg mahal, belanja ke mall

hanya dg memberi makan pengemis yg kelaparan itu adalah satu aktivitas breakin the pattern yg luar biasa

3. Lakukan secara kontinyu
back to 1-2 secara terus menerus

Ok. sekaranglah waktunya anda untuk menuliskan 3 pembiasaan utama yang akan anda lakukan mulai detik ini utk peningkatan kualitas hidup anda dalam bisnis, pernikahan, belajar, bermasyarakat, ibadah, dsb

Setelah 3 di atas jadi kebiasaan tambah dengan 3 kebiasaan baru dan terus tambah 3 tambah 3 lagi, lagi dan lagi

SELAMAT MENCOBA DAN SUKSES MENANTI ANDA

TIGA UKURAN KEHEBATAN SESEORANG


๐Ÿ”ทู‚ุงู„ ุงู„ุฅู…ุงู… ุงู„ุดุงูุนูŠ ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ :
ุฌูˆู‡ุฑ ุงู„ู…ุฑุก ููŠ ุซู„ุงุซ :

Imam Syafi'i berkata:
kehebatan seseorang terdapat pd tiga perkara

● ูƒุชู…ุงู† ุงู„ูู‚ุฑ:
ุญุชู‰ ูŠุธู† ุงู„ู†ุงุณ ู…ู† ุนูุชูƒ ุฃู†ูƒ ุบู†ูŠ

1. Kemampuan menyembunyikan kemelaratan, sehingga orang lain menyangkamu berkecukupan karena kamu tidak pernah meminta.

● ูˆูƒุชู…ุงู† ุงู„ุบุถุจ:
ุญุชู‰ ูŠุธู† ุงู„ู†ุงุณ ุฃู†ูƒ ุฑุงุถ

2.Kemampuan menyembunyikan amarah, sehingga orang mengiramu merasa ridha

● ูˆูƒุชู…ุงู† ุงู„ุดุฏุฉ:
ุญุชู‰ ูŠุธู† ุงู„ู†ุงุณ ุฃู†ูƒ ู…ุชู†ุนู… .

3.Kemampuan menyembunyikan kesusahan, sehingga orang lain mengiramu selalu senang

๐Ÿ“š[ ู…ู†ุงู‚ุจ ุงู„ุดุงูุนูŠ ู„ู„ุจูŠู‡ู‚ูŠ (y/2) ]

(Kitab manaqib Imam Syafi'i, karya Al Baihaqi, 2/188)

IBU OPTIMIS

Mia Ilmiawaty Saadah

Suatu hari di dalam sebuah obrolan ringan, saya
sempat bertanya pada suami, "Ibunya Pak
Habibie itu kayak gimana sih ya? Pingin deh tahu
tentang apa yg sudah beliau lakukan sampai
anaknya 'jadi orang' begitu?". Saya mencoba
mencari buku "BJ Habibie, Mutiara Dari Timur" yg
pernah saya baca 20 tahun lalu dari rak buku
Papa, mencoba menemukan jawabannya, tapi tak
ketemu juga buku itu.
Lama waktu berselang, sekitar setahun sejak
ngobrol santai itu, suamiku mengirimkan pesan
lewat Whatsapp sambil menyertakan secuplik
rekaman suara. Rupanya rekaman suara Pak
Habibie di acara Mata Najwa edisi Ulang Tahun
Pak Habibie ke-80. "Itu jawaban yang dari dulu
kamu cari-cari", katanya saat mengirimkan saya
rekaman suara itu.
Benar saja, di acara Mata Najwa, Pak Habibie
bercerita tentang ibunya yang sangat optimis,
tegar dan hebat. Pak Habibie mengenang situasi
saat ayahnya meninggal dunia, ibunya bersumpah
di hadapan halayak yg hadir saat itu bahwa akan
membesarkan anak-anak termasuk yg di dalam
kandungan dengan tangannya sendiri, serta
berjanji akan mengantarkan semua anaknya
menjadi orang yg berguna bagi bangsa dan
agama. Doa dan tekad seorang ibu optimis.
Pak Habibie juga bercerita tentang pengalaman
pertamanya merantau. Saat usia 14 tahun, Rudy
Habibie remaja diantar ke pelabuhan untuk
merantau ke Jakarta. Saat menyaksikan Rudy
Habibie yg menangis tak mau berpisah dengan
ibunya, ibu RA Tuti Marni Puspowardojo itu
bilang, "Rudy sedih? Mami lebih sedih lagi, tapi
Mami harus lakukan ini demi masa depanmu".
Lagi-lagi, bu Tuti rupanya bukan tipe ibu-ibu
galau seperti saya, yg anak masuk sekolah
pertama saja cemasnya minta ampun. Betapa
dari certia Pak Habibie itu, tergambar sangat
keberanian dan kebesaran hati seorang ibu
optimis. Ditinggalkan suami dengan 8 anak yg
masih kecil-kecil, tetapi masih bisa berpikir jernih,
tegar, dan visioner. Luar biasa!
Selesai dari Mata Najwa, kehebatan ibu Tuti
muncul lagi dalam beberapa scene yg saya
saksikan di film Rudy Habibie (Habibie Ainun 2).
Bagaimana ia dengan sangat bijaksana
membangkitkan semangat Rudy muda saat di
titik terendah dalam perjalanan studinya dan
kehidupannya di negeri seberang. "Mami yakin
Rudy pasti bisa, tunjukkan kamu sebenernya",
ucapan sang ibu itu hanya berbalas tangisan pilu
sang anak di rantau. Pun ketika ditanya orang
tentang Rudy yg akan membuat pesawat terbang,
sang ibu dengan gagah dan optimis
mengoreksinya "Rudy bukan mau bikin pesawat
terbang, tapi INDUSTRI pesawat terbang",
katanya mantap.
Sekarang, kita jadi tahu, betapa ada ibu yg luar
biasa yg membesarkan seorang Habibie kecil itu
menjadi orang yg besar. Doa, optimisme, dan
tekad membaja dalam membesarkan anak untuk
menjadi orang yg berguna bagi bangsa dan
agama, kiranya terkabul sudah.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin
banyak menjumpai peristiwa serupa Ibu Tuti dan
Rudy Habibie tadi. Tak jarang kita dengar kisah
dari kawan, saudara, atau orang yg baru kita
kenal sekalipun, tentang doa-doa dan harapan
seorang ibu pada anaknya yg kemudian menjadi
kenyataan. Bahkan kadang, tak perlu jauh-jauh,
bisa jadi hal serupa terjadi pada perkataan orang
tua kita sendiri.
Saya ingat, ketika dulu berada di kebingungan
menjelang lulus SMA, saya bertanya pada Mama
tentang kemana saya kelak akan berkuliah.
Rupanya Mama dengan penuh percaya diri bilang,
"Kata Mama mah teteh nanti masuk UI, jadi
alumni UI, pokoknya berprestasi di UI". Lha.. Saya
cuma nyengir saja. Sebagai anak SMA di
Bandung, UI tidak pernah ada dalam pikiran, cita-
cita saya waktu itu f tidak ITB ya Unpad.
Apa daya ternyata pada akhirnya saya harus akui
ternyata Allah lebih ridho pada doa Mama.
Hal yg sama dialami pula oleh suami saya. Dulu,
jauh hari sebelum suamiku itu lulus kuliah
sarjana, Ibu yg saat itu di Melbourne menemani
Bapa di tengah studi doktoral, pernah bekerja
sampingan sebagai cleanert di KJRI Melbourne.
Waktu itu ibu bilang, "suatu hari Aa akan duduk di
sini", sambil menunjuk kursi Konjen Melbourne yg
ia bersihkan. Sidqi, suamiku itu rupanya tak
pernah bercita-cita jadi diplomat meski ia
berkuliah di jurusan hubungan internasional.
Menjadi dosen di kota adem ayem sepeti Jogja
sepertinya lebih ia senangi, ketimbang menjadi
Diplomat - PNS Kementrian Luar Negeri - dan
tinggal di kota macet dan padat sepeti Jakarta
dan Depok. Lagi-lagi, rupanya Allah mengabulkan
doa Ibu untuknya, bukan jadi konjen Melbourne
sih, tapi betul terkabul jadi diplomat. Hehe.
Saya jadi berpikir, saya punya doa apa untuk
anak-anak saya? Saya punya keyakinan sebesar
apa pada masa depan anak-anak saya? Seberapa
besar rasa percaya diri saya akan keberhasilan
anak-anak saya kelak? Ketika anak saya belum
bisa baca sementara anak tetangga sudah bisa,
saya galau. Ketika anak saya masih malu-malu
tampil di atas panggung sementara anak lain
tampil penuh percaya diri, saya cemas. Ketika
anak-anak lain seusia anak saya bertubuh lebih
tinggi dan besar, saya khawatir. Ketika anak saya
bertingkah tak menyenangkan sementara anak
lain tampak sangat manis, saya iri. Aaaaah... Dan
masih banyak lagi rupanya hal lain yg saya
khawatirkan. Sampai-sampai di tengah kesal,
sempatnya batin terpikir, "mau jadi apa kau nanti,
Nak?". astaghfirullah...
Memang, adalah manusiawi rasanya ketika kita
sedih, khawatir, dan mencemaskan masa depan
anak-anak kita. Akan tetapi, dari siapa lagi
keyakinan itu muncul jika tidak dimulai dari kita
sendiri, ibunya, bukan? Seseorang yg telah
mengandungnya, melahirkannya, menyusuinya,
mendidiknya, menemani hari-harinya, dan
seterusnya. Jika kita saja pesimis, pada siapa
lagi anak-anak berharap optimisme itu? Padahal,
optimisme Ibu kiranya semacam doa tanpa
penghalang pada Sang Maha Pengabul Doa.
Karena itu, ditengah segala cemas takut dan
ragu, tidak kah kita yg seharusnya menjadi orang
pertama yg harus yakin akan kesuksesan dan
keselamatan ananda untuk dunia dan akhiratnya?
Ibunda Pak Habibie, Mama, dan Ibu, mungkin
hanya sedikit contoh kecil saja dari para ibu
optimis itu. Optimisme dan doa dari Ibu yg
seperti apa? Mungkin tak pada semua Ibu, tetapi
ada pada ibu yg syurga tak hanya ada di telapak
kakinya, tetapi senantiasa menjaga kebaikan
dalam ucapan, perbuatan, dan teladan tingkah
lakunya. Kiranya Allah ada bersamanya.

Serang,
19 Juli 2016

Sukses BERPOLA



Ada beberapa POLA yang saya amati dari membaca pola para pengusaha.

POLA 1

Mereka yang bisa menjadi pengusaha adalah mereka yang BERANI menanggung resiko, lepas dalam kondisi KEPEPET atau tidak. Namun kondisi kepepet lah yang membuat mereka cepat jadi pengusaha.

POLA 2

Pengusaha yang bisnisnya maju pesat, bukanlah mereka yang kepepet, tapi punya IMPIAN (visi) yang besar untuk bisnisnya. Jadi harus mengubah haluan saat usaha sudah berjalan, dari kepepet (sekedar survive) ke "Tahu mau kemana..!".

POLA 3

Mereka yang akselerasinya cepat, haus akan keilmuan. Saat mereka belajar/berguru, mereka:
1. Mencatat.
2. Membuat ACTION PLAN u/ memperbaiki bisnisnya.
3. Mengeksekusi dengan cepat.
4. Mengukur hasilnya.
5. Melakukan adjustment.

POLA 4

Mereka yang bisnisnya terus bertumbuh adalah yang pemimpinnya PEMBELAJAR (haus ilmu).

Mereka yang cepat puas, bisnisnya akan stagnan.

POLA 5

Mereka yang bisnisnya STABIL saat diatas adalah mereka yang memiliki LEADERSHIP yang kuat.

POLA 6

Belum pernah saya jumpai di perusahaan yang karyawannya loyal, bossnya berhitung berlebih.

Artinya: tak ada loyalitas dari seorang pemimpin yang hitung-hitungan.

Namun demikian, hanya berbekal pemurah (dengan ketulusan), tak cukup untuk menghasilkan loyalitas.

Jaya Setiabudi