Kamis, 07 April 2022

[INSPIRASI RAMADHAN - 7] Kisah Abu Qilabah, Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Terakhir Wafat

Salah seorang yang dekat dengan Nabi Muhammad SAW adalah Abu Qilabah. Selain empat sahabat Nabi, yakni Abu Bakar As Shidiq, Uman bin Khattab, Ustman bin Affan, dan Thalhah bin Ubaidillah, sosok Abu Qilabah merupakan seorang lelaki yang terakhir kali wafat.

Bernama lengkap Abdullah bin Zaid al-Jarmi, sepanjang hidupnya dikenal sebagai ahli ibadah. Kisah kematiannya dituturkan oleh Abdullah bin Muhammad, seperti dirangkum sebagai berikut.

Ketika terjadi suatu peperangan di daerah Syam, Abdullah yang merupakan prajurit Muslim terlepas dari rombongan dan terdampar di sebuah tanah lapang dekat pesisir. Kian hari, bekal makanannya semakin menipis, di saat dirinya tidak tahu harus ke mana. Hingga akhirnya, dia melihat satu tenda yang berdiri di atas tanah lapang.

Tanpa pikir panjang, Abdullah menghampiri tenda yang tampak kumuh itu. Dia mendapati seorang pria tua yang tidak memiliki kedua tangan dan kaki. Abdullah juga menyadari bahwa pendengaran orang tersebut tidak normal, mata rabun, dan hanya lidah yang masih bisa berbicara.

Sembunyi-sembunyi, Abdullah menyimak setiap kata yang keluar dari mulut orang tua tersebut.

"Wahai Allah, berilah petunjuk agar aku dapat terus memuji-Mu, sehingga aku dapat bersyukur atas nikmat yang Engkau berikan. Sungguh, Engkau telah melebihkan diriku atas kebanyakan manusia," begitu ucap orang itu.

Tak dapat menahan rasa heran, Abdullah yang sebelumnya sudah mengucapkan salam berkata, "“Wahai, Tuan. Aku mendengarmu tadi berkata demikian. Dan kau baru saja menyatakan, Allah telah melebihkanmu atas banyak orang. Nikmat Allah mana yang telah engkau syukuri?”

Bapak tua itu menjawab, "Apa kau tidak melihat apa yang telah Allah lakukan padaku? Demi Allah, seandainya ada halilintar datang menghanguskan tubuhku, atau gunung-gunung menindihku, laut menenggelamkanku, dan bumi menelan tubuhku. Aku tetap bersyukur." Lalu, orang tua itu menunjuk bibirnya.

"Aku memang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongmu. Aku bahkan tidak bisa bergerak walau bahaya bisa saja datang. Tapi, aku punya seorang anak laki-laki. Dialah yang menolongku, membantuku untuk berwudhu, menyuapiku ketika lapar, dan memberiku minum saat haus," lanjutnya.

Aneh. Abdullah bahkan tidak melihat satu orang pun dalam tenda ini. Orang tua ini seperti tahu apa yang dipikirkan Abdullah. Lantas, pemilik tenda ini menjelaskan lebih lanjut.

"Tapi, sudah tiga hari aku tidak mendengarnya. Aku kehilangan dirinya. Wahai musafir, bisa kah kau menemukannya? ucap pemilik tenda.

Di tengah daerah pesisir pantai yang tidak ada satu orang pun. Dengan baik hati, Abdullah pun menolong orang tua tersebut. Ia mencari anak hilang itu, hingga sekian lama mencari, dia melihat pemandangan yang memilukan. Anak laki-laki yang dicari sudah tidak bernyawa, meninggal akibat diterkam hewan buas.

“Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Bagaimana caraku memberitahukan ini kepada orang tua itu?”

Dengan wajah terkejut ketika menemukan anak laki-laki tersebut sudah tidak bernapas. Abdullah memberanikan diri untuk menyampaikan hal ini. Bagaimana pun, orang tua itu harus tahu apa yang sudah terjadi pada anak laki-laki yang dicarinya tersebut.

Bagaimana pun juga, hanya Allah SWT lah yang dapat menentukan nasib seseorang.

Abdullah pun memasuki tenda, " Assalamualaikum," ujarnya.

"“Waalaikum salam. Engkaukah itu yang tadi menemuiku?” jawab orang tua ini.

"Ya," kata Abdullah.

"Bagaimana pencariannya? Apakah engkau berhasil menemukan anakku?" Tanya si bapak tua.

Namun, Abdullah seperti tidak sanggup menyatakan apa yang terjadi pada anak si bapak tua ini.

"Apakah Tuan pernah mendengar kisah Nabi Ayyub SAW?" Abdullah mencoba untuk mulai membuka penjelasan.

"Ya, dia merupakan salah satu rasul yang mulia."

"Apakah kau tahu bagaimana Allah SWT menguji Nabi Ayyub SAW dengan harta, keluarga bahkan anak-anaknya?

"Ya, tentu saja aku tahu," jawab orang tua ini yang heran dengan maksud obrolan ini.

"Lantas, apa kau juga tahu bagaimana Nabi Ayyub SAW menyikapi cobaan-cobaan yang diberikan Allah SWT?" tanya Abdullah.

"Ia selalu bersabar, bersyukur, dan memuji Allah,” jawab orang tua tersebut.

"Bahkan, Nabi Ayyub AS pun dijauhi sahabat-sahabatnya?"

"Benar, ia pun tetap bersyukur kepada Allah SWT. Apa maksudmu menceritakan soal Nabi Ayyub AS secara tiba-tiba?" Akhirnya orang tua itu bertanya akan maksud dari perbincangan dengan tamunya.

"Aku telah menemukan anakmu. Namun sayang, saat kutemukan, dirinya sudah tidak bernapas. Jasadnya ada di antara gundukan pasir dan diterkam kawanan binatang buas. Semoga Allah SWT melipatgandakan pahala engkau yang bersabar atas musibah ini," jelas Abdullah.

“Segala puji bagi Allah. Dia telah menciptakan bagiku keturunan yang tidak bermaksiat kepada-Nya,” jawab orang tua itu.

Selang beberapa waktu, orang tua sekaligus pemilik tenda tersebut meninggal dunia.

"“Inna lillah wa inna ilaihi roji’un,” ujar Abdullah.

Kini, Abdullah bingung. Apa yang harus dilakukan terhadap jasad orang tua ini. Membiarkannya pun tak tega, belum lagi jika ada kawanan binatang buas yang datang, jasad orang tua itu akan diterkam buas.

Abdullah pun menutup jasadnya dengan kain yang ditemukan di dalam tenda tersebut. Dia pun bergegas keluar untuk meminta bantuan.

Hingga beberapa waktu, Abdullah melihat dengan samar-samar beberapa orang yang jauh di sana. Mereka menunggangi kuda. Salah satu dari mereka pun tampak rapi. Tanpa pikir panjang, Abdullah pun langsung berteriak dan melambaikan tangan kepada mereka dari kejauhan.

Orang-orang yang menunggangi kuda tersebut menyadari akan panggilan Abdullah. Mereka pun mendekatinya.

Mereka berkata, “Wahai saudara, apa yang terjadi padamu?”

Abdullah langsung menceritakan apa yang telah terjadi dan meminta kepada mereka untuk menolong mengurus jasad orang tua tersebut.

Lantas, mereka memasuki tenda dan bertanya, "Siapa dia?”

“Aku juga tidak mengenalnya, dia dalam keadaan sakit dan memprihatinkan,” jawab Abdullah.

Lalu, rombongan penunggang kuda yang berjumlah empat orang itu langsung membuka penutup wajahnya, mungkin saja salah satu dari mereka mengenalinya.

Saat penutup wajah terbuka, wajah mereka tersentak lalu menangis. Abdullah pun bingung dengan apa yang ia lihat dari si penunggang kuda itu.

Salah satu dari mereka berkata, Subhanallah, wajah yang senantiasa bersujud kepada Allah. Mata yang selalu menunduk atas apa yang diharamkan Allah. Tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur."

Dengan heran, Abdullah pun bertanya, “Kalian kenal dengan orang tua ini?”

"Kau tidak mengenalnya?" mereka bertanya balik kepada Abdullah.

Abdullah jelas tidak tahu siapa orang tua yang dia temukan seorang diri di dalam tenda. Dia lantas bertanya, "Siapakah orang tua ini. Mungkin Tuan-Tuan dapat menceritakannya?"

Namun, orang-orang itu kemudian memperkenalkan diri lebih dulu. Mereka adalah utusan Raja Muslim yang memang ditugaskan untuk mencari tahu keberadaan orang tua tersebut.

Kemudian mereka berkata, "Ia adalah Abu Qilabah al-Jarmi, sahabat dari Rasulullah SAW. Laki-laki ini, pernah dimintai oleh khalifah untuk menjadi seorang hakim. Namun, ia menolak jabatan tersebut.”

"Dia membawa serta seorang anak laki-laki. Tadi kami menemukan jasad putranya dimakan singa,” cerita pendamping utusan raja.

Pada akhirnya, Abdullah paham. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang meninggal ini adalah Abu Qilabah yang tidak mau terlibat menjadi ulama penguasa. Maka dari itu, dia lebih baik menyingkir dan tinggal di padang pasir tandus bersama anaknya.

Abu Qilabah wafat pada 104 H. Utusan raja yang dimintai pertolongan oleh Abdullah pun mengurus jenazah Abu Qilabah dan menyalatinya. Lalu, mereka kembali ke negerinya dengan membawa kabar buruk diiringi hati yang sedih.


#KanRamadhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika artikel ini bermanfaat, bantu share artikel ini. Lets change the world together :)