Rabu, 20 April 2022

[INSPIRASI RAMADHAN - 19] Mengenal Mariam Al Ijliya, Tokoh Muslimah Penemu Astrolab

Tokoh Muslimah berpengaruh yang masih jarang dibicarakan di zaman sekarang. Padahal banyak perempuan berjasa dalam ilmu pengetahuan sejak zaman dahulu.

Salah satunya yakni Mariam Al Ijliya atau Mariam al Astrulabi. Ia adalah ilmuwan Muslim kelahiran Suriah pada abad ke-10 penemu astrolab.

Faktanya, dia dikenal sebagai satu-satunya astronom wanita dalam Islam kuno. Astrolab adalah alat kuno yang digunakan untuk mengukur waktu dan posisi matahari dan bintang.

Mariam dikenal karena kecerdasan akademisnya dan pikirannya yang sangat terfokus yang meletakkan dasar untuk mengelola transportasi dan komunikasi menggunakan astrolab.

Lahir di Suriah pada abad ke-10, kecenderungannya mengembangkan astrolab terinspirasi oleh ayahnya, yang dikenal sebagai Al-Ijliyy al-Asturlabi yang magang di pembuat astrolab di Baghdad seperti yang melansir dari trtworld.com


Astrolab dan Islam

Di zaman keemasan Islam, astrolab banyak digunakan untuk menentukan kiblat, arah sholat menuju Mekah, serta untuk menentukan waktu salat dengan pergerakan matahari. 

Para astronom Muslim juga menambahkan skala sudut di astrolab itu sendiri, sehingga memungkinkan untuk menavigasi jarak.

Selain itu, para astronom dan penemu Muslim menciptakan astrolab bola, model objek berbentuk bola dunia di langit, yang terdiri dari cincin dan garis yang melambangkan bujur, lintang, dan fitur astronomi dan geografis penting lainnya.

Astrolab bola akhirnya diperkenalkan ke Eropa, di mana ia digunakan dalam studi astronomi awal. (Penemuan ini juga membantu umat Islam untuk menyempurnakan bola langit, bola langit yang sebenarnya, yang membantu memetakan bintang dan konstelasi.)

Penciptaan dan kesempurnaan astrolab, serta astrolab bulat dan bola langit, secara signifikan memajukan dunia awal. Ini mendukung eksplorasi ilmiah dan astronomi, dan mengembangkan cara baru navigasi dan ketepatan waktu. Di dunia Islam, itu membantu menyempurnakan penemuan kiblat. 


Pertemuan Mariam dengan Astrolab

Kecenderungan Mariam dalam mengembangkan astrolab tumbuh ketika dia melihat ayahnya mengerjakannya. Sang ayah magang di pabrik pembuat astrolab di Baghdad.

Dia biasa berbagi pengetahuan dan pembelajarannya yang mendalam tentang Astrolab dengan putrinya yang selalu ingin tahu.

Mendesain astrolab mengharuskan Mariam bekerja dengan kalkulasi dan presisi matematis yang rumit, tetapi perlahan dia menguasai desainnya. Ini mengesankan Sayf Al Dawla, penguasa kota yang menganggapnya sangat rumit dan inovatif.

Mariam menjadi begitu terkenal dengan pekerjaannya sehingga dia memutuskan untuk mempekerjakannya di pengadilannya di Aleppo. Selain itu, ia juga membantu mengembangkan teknik navigasi dan ketepatan waktu.


Menjadi Inspirasi Sebuah Novel

Kontribusi penting Mariam di bidang astronomi diakui ketika asteroid sabuk utama 7060 Al-'Ijliya, yang ditemukan oleh Henry E. Holt di Palomar Observatory pada tahun 1990, dinamai menurut namanya.

Pada tahun 2016, novel penulis fiksi ilmiah Nnedi Okorafor berjudul 'Binti' di mana tokoh utamanya adalah Mariam menerima penghargaan Nebula. Mariam adalah inspirasi di balik protagonis dalam novel fiksi ilmiahnya, Binti. 

Okorafor menyatakan bahwa dia mengetahui tentang Mariam di festival buku di UEA. Tokoh utama eponim di Binti menjadi seorang wanita muda yang ahli dalam membuat astrolab. 

Sangat menyenangkan mengetahui seorang wanita Muslim dari masa lalu yang sangat menyukai astronomi. Dia adalah panutan bagi jutaan gadis di seluruh dunia yang ingin membuat tanda dengan penelitian dan penemuan mereka.

Selasa, 19 April 2022

[INSPIRASI RAMADHAN - 18] Abbas Ibnu Firnas, Bapak Penerbangan Dunia dari Andalusia

Pada awal abad ke-9 M., seorang sarjana Muslim bernama Abbas Ibn Firnas memelopori studi penerbangan. Ibnu Firnas menemukan alat peluncur yang berhasil mengudara selama beberapa saat. Meskipun ia terluka parah saat pendaratan buruk, ia berhasil memelopori teori tentang struktur ornithopter yang merupakan komponen penting untuk stabilitas pesawat selama pendaratan.

Artikel ini mengungkap sejarah awal penerbangan mulai dari periode awal zaman keemasan Islam hingga abad ke-20 Masehi yang telah menyaksikan upaya Barat dalam memperkenalkan mesin di pesawat terbang. Penemuan ornithopteroleAbbas Ibn Firnas telah mengilhami Barat untuk lebih mengembangkan teknologi penerbangan sehingga memengaruhi metode penerbangan modern.

Karena itu, tentu saja Ibnu Firnas harus diakui sebagai 'bapak bidang penerbangan' dan aviator pertama di dunia karena kontribusinya yang tak ternilai bagi bidang kontemporer teknologi penerbangan dunia.

*Latar Belakang Ibnu Firnas*

Abu al-Qasim Abbas Ibnu Firnas Ibnu Wardus, juga dikenal sebagai Ibnu Firnas, adalah keturunan Berber yang lahir pada 810 M di Izn-Ran Onda atau sekarang dikenal kota Ronda, Spanyol (The Encyclopaedia of Islam, 1986). Meskipun Ibn Firnas adalah penduduk asli Ronda, ia bermigrasi ke Cordoba untuk mengejar pengetahuan. Hasratnya akan pengetahuan membuatnya meninggalkan kampung halamannya.

Selain itu, Ibnu Firnas juga telah melakukan perjalanan ke Irak untuk beberapa waktu sebelum kembali ke rumah (Mahayudin Yahaya, 1986). Seperti yang diketahui secara umum, kota Baghdad, terkenal dengan pusat pengetahuannya, yaitu Dar al-Hikmah, yang merupakan rumah bagi sejumlah besar ilmuwan, ilmuwan, penulis, penyair, seniman dan pengrajin Islam (Cavendish, M., 2011). Di sanalah Ibnu Firnas mempelajari berbagai pengetahuan dan menguasai banyak studi seperti astrologi, astronomi, teknik dan musik.

Semangat Ibnu Firnas sejak masa kanak-kanaknya dengan ilmu fisika, kimia, astronomi, dan sastra menarik perhatian pangeran Umayyah, Abdul Rahman II sehingga membuka pintu istananya agar Ibnu Firnas dapat mengajar para pangeran. Disebutkan bahwa ia telah mengajar di istana selama lebih dari 30 tahun.

Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa Ibnu Firnas wafat pada tahun 887 M di era pemerintahan al-Mundhir (al-Maqqari, Ahmed Ibn Muhammed, 1840).

*Pelopor di Bidang Penerbangan*

Banyak sumber menyatakan bahwa ‘Abbas Ibn Firnas adalah orang pertama yang terbang (Palencia, Angel K., 1945; Hitti, P.K., 1964). Fakta ini juga diakui oleh seorang sarjana Barat, Phillip K. Hitti, yang mempelajari dunia Arab. Dalam bukunya yang berjudul “History of the Arabs: From the Early Times to the Present�, ia menyatakan bahwa: "Ibnu Firnas adalah orang pertama dalam sejarah yang melakukan upaya ilmiah untuk terbang".

Sejauh kontribusi Ibnu Firnas dalam penerbangan, jelas bahwa ia mulai menciptakan perangkat terbang yang memungkinkannya terbang dari satu tempat ke tempat lain pada 875 M. Perangkat terbang ini, terbuat dari sutra dan bulu elang, mengharuskannya untuk berada di tempat yang lebih tinggi untuk lepaslandas, lalu ia pun berhasil terbang selama sepuluh menit meski setelah itu jatuh dan merusak luncurannya. Akibatnya, Ibn Firnas mengalami cedera punggung yang parah dan patah kaki. Sebab usia yang lanjut, dan kegagalan menyembuhkan kaki yang patah, mencegahnya mengulangi percobaan untuk ketiga kalinya.

*Teori Ornithopter*

Setelah kecelakaan saat percobaan penerbangan, Ibnu Firnas menyadari bahwa struktur ujung ekor adalah bagian penting untuk mendarat, dan ini mirip dengan bagaimana seekor burung menggunakan ekor untuk mengurangi kecepatannya. Struktur ini kemudian dinamai ornithopter oleh da Vinci (Scholz, M.P., 2007). Ornithopter adalah teori yang didirikan oleh Ibnu Firnas menggunakan glider (replika pesawat untuk uji coba) pertama kalinya setelah upaya meluncurkan dirinya sendiri.

Teori ini dikonfirmasi dalam naskah yang ditulis oleh Roger Bacon, menguraikan tentang ekor yang dikenal sebagai ornithopter. Pada tahun 1260 M, Bacon menulis artikel yang menyebutkan bahwa salah satu metode untuk terbang adalah dengan menggunakan ornithopter.

Diketahui, bahwa Bacon belajar di Cordoba, tempat bersejarah yang juga merupakan tempat Ibn Firnas berusaha terbang. Penjelasan Bacon dalam tulisannya tentang ornithopter bisa saja didasarkan pada naskah Ibn Firnas di Spanyol yang telah hilang tanpa jejak. Hilangnya bukti kuat yang menyebutkan Ibn Firnas sebagai pelopor dalam studi penerbangan menghalangi dunia untuk mengakui kontribusinya di ornithopter selama berabad-abad (White, L.J., 1961).

Jelas bahwa upayanya telah membuka pintu untuk studi penerbangan sementara mengungkapkan konsep ornithopter sebagai komponen pesawat vital dalam menjaga stabilitas saat mendarat. Pentingnya karya Ibnu Firnas memberi dampak besar bagi dunia, terutama di bidang studi penerbangan. Saat ini, semua pesawat modern dan canggih mendarat dengan struktur back-end terlebih dahulu. Sayangnya, luncuran Ibnu Firnas tidak memiliki ekor di punggungnya sehingga penerbangannya berakhir dengan tragis.

*Kontinuitas Usaha Dalam Bidang Penerbangan*

Setelah Ibnu Firnas meninggal dunia pada 887, banyak Muslim dan non-Muslim meneruskan upaya dalam bidang penerbangan. Diantaranya adalah Al-Juhari asal Turki, ia membuat sayap dari kayu dan tali pada 1007 M, lalu mencoba meluncur terbang dari menara Masjid Ulu setinggi 1.002 kaki. Namun, upayanya gagal dan mengakibatkan kecelakaan fatal.

Setelah itu, pada abad ke 11 M., seorang biarawan asal Malmesbury, Eilmer berusaha meluncur dari ketinggian 1.000 kaki. Upayanya dianggap sukses karena ia terbang dengan ketinggian 600 kaki. Namun, ia lupa menggunakan ekor saat mendarat, dan kegagalannya karena tidak mengambil pelajaran dari upaya Ibnu Firnas ini mengakibatkan kecelakaan parah dengan cedera dua kaki patah.

*Penerbangan di Era Renaisans*

Melihat kegagalan yang dialami oleh Al-Juhari dan Eilmer, upaya serupa dihentikan untuk sementara waktu. Namun percobaan yang menantang itu muncul kembali selama era Renaisans, lebih kurang 600 tahun setelah kematian Ibnu Firnas, terutama ketika Leonardo da Vinci menghasilkan beberapa sketsa mesin terbang. Sarjana Italia ini hanya berhasil membuat sketsa beberapa mesin terbang tetapi tidak dapat membuktikan bahwa perangkat itu dapat terbang atau tidak, karena ia belum pernah mencoba menerbangkannya.

Pada abad ke-19 M., yaitu 900 tahun setelah kematian Ibnu Firnas, ada upaya untuk terbang menggunakan sayap besar seperti yang dirancang oleh da Vinci di Eropa. Di antaranya adalah usaha seorang insinyur Jerman, Otto Lilienthal. Ia adalah seorang peluncur yang luar biasa saat itu.

Lilienthal mempelajari beberapa aspek penerbangan seperti gaya angkat dari permukaan bumi, bentuk sayap, dan perbedaannya yang akan menghasilkan tekanan berbeda yang merupakan faktor penting bagi stabilitas penerbangan. Namun, selama upaya penerbangannya pada tahun 1896, angin tiba-tiba bertiup kencang dan ia tidak dapat mengendalikan luncurannya sehingga jatuh di daerah perbukitan Berlin. Karena kemalangan ini ia meninggal pada hari berikutnya.

Meluncur tanpa mesin berhasil diperluas lebih lanjut oleh Wright bersaudara sampai penemuan pesawat bertenaga mesin yang terbang 260 meter. Dua orang kakak beradik, Orville Wright (w. 1948) dan Wilbur Wright (w. 1912) dikenal hingga hari ini karena upaya pertama mereka untuk terbang pada tanggal 1 Desember 1903. Sejak itu, mereka dihargai atas desain dan perancangan pesawat terbang efektif untuk pertama kali.

Kunci Wilbur Wright untuk ini adalah dengan mempelajari bagaimana burung terbang mirip dengan apa yang telah dilakukan Ibnu Firnas 1.000 tahun yang lalu. Wright menyadari bahwa seekor burung menjaga kestabilannya di udara atau ketika berbelok ke kiri atau kanan dengan mengubah posisi sayapnya. Sebelum membangun pesawat, Wright bersaudara menggunakan glider untuk menghindari kecelakaan.

Pada tahun 1908 Masehi, Wright bersaudara berdemonstrasi melakukan penerbangan di Prancis (Anderson, J.D., 2004) dan demonstrasi itu disaksikan oleh publik. Setahun kemudian, bidang penerbangan terus dikembangkan oleh Henri Farman dan Louis Bleriot. Keberhasilan demi keberhasilan telah dicapai melalui pengamatan dan analisis pada konsep penerbangan sambil melakukan perbaikan pada struktur pesawat sebelumnya. Dengan demikian, sejumlah penemuan alat terbang telah ditemukan seperti jet, roket dan pesawat ruang angkasa.

Dengan begitu, upaya Ibnu Firnas untuk terbang hingga melahirkan konsep ornithoptersebagai komponen utama dalam menjaga stabilitas penerbangan adalah dedikasi terbaik dari tokoh Andalusia yang telah menginspirasi Barat dan dunia modern, namun menjadi sejarah yang dilupakan oleh banyak kalangan yang khususnya anti Islam.

*Referensi*

al-Hassani, Salim T.S., 2006. 1001 Inventions: Muslim Heritage in Our World. Manchester: Foundation of Science, Technology and Civilization.

al-Maqqari, Ahmed Ibn Muhammed, 1840. The history of the Mohammedan dynasties in Spain. London: Oriental Translation Library of the British Museum.

Senin, 18 April 2022

[INSPIRASI RAMADHAN - 17] Kisah Yunus bin Ubaid, Saudagar Paling Jujur

Kalau kita semua mengenal Utsman binb  Affan sebagai saudagar kaya raya dan dermawan, Yunus bin Ubaid dikenal sebagai saudagar yang ramah dan jujur kepada pembeli.

Yunus bin Ubaid adalah seorang pedagang emas yang berasal dari generasi tabi'in. Tabi'in adalah orang-orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para sahabat Nabi Muhammad SAW dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad SAW.

Sebagai seorang saudagar, Yunus bin Ubaid merupakan orang yang menjual barang sesuai dengan nilainya, tidak dilebihkan atau dikurangi. Kisahnya yang paling terkenal sebagai saudagar jujur adalah ketika ada seorang dari kalangan Badui yang mengunjungi toko perhiasannya dan membeli sebuah perhiasan.

Dalam suatu kisah, di saat para saudagar yang lain belum membuka kiosnya, Yunus bin Ubaid telah membuka kios miliknya lebih dulu. Lalu, seperti biasa setelah membuka kios, Yunus menitipkan semua jualannya kepada adik laki-lakinya untuk menunaikan salat dua rakaat.

"Kamu tunggu di sini. Saya akan segera kembali," kata Yunus kepada adiknya.

"Baiklah, saya juga sementara ini belum ke mana-mana," jawab adik Yunus.

Lalu, Yunus pun pergi untuk menunaikan salat yang telah menjadi kebiasaannya sebelum menjalani rutinisan akad jual-beli, sementara adik Yunus membantunya untuk menjaga kios. Ketika kios itu ditinggal, ada seorang dari kalangan Badui datang dan hendak membeli sesuatu.

Setelah mlihat-lihat perhiasan yang dijajakan di kios Yunus, "Berapa harganya ini, anak muda?, tanya orang tersebut sambil menunjuk perhiasan yang diinginkannya.

"Saya kasih harga 400 dirham," jawab adik Yunus.

Orang tersebut tampaknya sangat menyukai perhiasan yang dijual di kios Yunus. Sampai pada akhirnya, dia membeli barang yang ditanya kepada adik Yunus tanpa meminta untuk menurunkan harga atau tawar-menawar. Namun sayang, sifat kejujuran Yunus sepertinya tidak sepenuhnya menurun ke sang adik.

Adik Yunus berlaku curang dengan mengatakan barang yang dibeli dari orang kalangan Badui tersebut dijual dengan harga dua kali lipat, yakni 400 dirham. Padahal, harga yang sebenarnya ditetapkan oleh Yunus adalah sebesar 200 dirham.

Lantas, tanpa direncanakan, ketika orang Badui itu keluar dari kios Yunus, dia malah bertemu dengan sang pemilik kios yang asli tersebut di persimpangan.

Yunus tampak sudah mengetahui bahwa orang ini habis berkunjung dan membeli sesuatu dari kiosnya. Lalu, Yunus pun menyapa sekaligus orang Badui tersebut.

"Berapakah harga barang yang kamu beli ini? Kata Yunus.

"400 dirham," jawab orang Badui tersebut.

Yunus kaget setelah mendengar jawaban itu, karena jelas barang yang dibelinya jauh dari harga asli.

"Tetapi, harga perhiasan ini sebenarnya hanya 200 dirham," kata Yunus.

Menyadari bahwa adiknya telah menaikkan harga dua kali lipat, Yunus pun mengajak orang badui tersebut kembali ke kiosnya dengan maksud mengembalikan kelebihan uang dari perhiasan yang dibelinya,

"Mari ke kios lagi, supaya saya dapat kembalikan kelebihan uang kepada saudara," minta Yunus.

Orang Badui tersebut seakan merasa niat baik dari Yunus. Tapi, dia menolak dengan halus dengan alasan harga yang diberikan cocok dari barang yang dibelinya.

"Di kampungku, harga barang ini paling murah 500 dirham," katanya.

Namun, Yunus yang dikenal jujur memohon untuk orang Badui ini menerima ajakannya kembali ke kios. Lantas, menyadari ketulusan Yunus, orang tersebut akhirnya memenuhi permintaan Yunus untuk kembali ke kiosnya. Di sana, Yunus mengembalikan kelebihan uang pembelian orang Badui tersebut.

Ketika orang itu pergi, Yunus pun memanggil adiknya, "Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah SWT atas perbuatanmu menjual barang tadi dengan harga dua kali lipat?" tanya Yunus.

Merasa tak mau disalahkan, adiknya berpikir bahwa orang itu saja tidak mau menawar harga yang dibelinya. Andai saja orang itu mau menawarnya, ia akan menjual perhiasan itu dengan harga yang semestinya,

"Dia sendiri yang mau membeli dengan harga 400 dirham," jawab adiknya.

"Ya, tetapi di atas pundak kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti memperlakukan terhadap diri sendiri," ujar Yunus.

"Tiada sesuatu yang dimakan oleh seseorang yang lebih baik daripada makan dari hasil tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud as juga makan dari hasil kerja tangannya sendiri." (HR. Bukhari)

Dari kisah ini, kita dapat mempelajari bahwa sosok Yunus, selain menjadi saudagar yang jujur dan ramah, dia adalah pedagang yang mengerti bagaimana cara merealisasikan ibadah tatkala bekerja.